Selamat malam
sahabat blogger dimanapun berada malam ini saya akan sharing informasi terkait
materi kuliah saya yaitu Manajemen Krisis.
A. Pengertian
Ada perbedaan
yang mendasar antara “Manajemen Krisis” dan “Krisis Manajemen”. Manajemen
krisis merupakan suatu manajemen pengelolaan, penanggulangan atau pengendalian
krisis hingga pemulihan citra perusahaan. Sedangkan krisis manajemen merupakan
kegagalan dari peranan manajemen krisis dan persoalannya menjadi sulit untuk
dipulihkan karena perusahaan yang bersangkutan dinyatakan “bubar” baik secara
hukum maupun operasionalnya.
Pada umumnya,
krisis dilihat sebagai suatu situasi atau kejadian yang lebih banyak mempunyai
implikasi negatif pada organisasi daripada sebaliknya.
K. Fearn-Banks
mendefinisikan krisis sebagai “Suatu kejadian penting dengan hasil akhir
cenderung negatif yang berdampak baik terhadap sebuah organisasi, perusahaan
atau industri, maupun terhadap publik, produk, servis atau reputasinya”.
Biasanya sebuah krisis mengganggu transaksi normal dan kadang mengancam
kelangsungan hidup atau keberadaan organisasi.
Krisis pada
dasarnya adalah sebuah situasi yang tak terduga, artinya organisasi umumnya
tidak dapat menduga bahwa akan muncul situasi yang dapat mengancam
keberadaannya. Sebagai ancaman, ia harus ditangani secara cepat agar organisasi
dapat berjalan normal kembali. Untuk itu, Holsti melihat krisis sebagai
“situasi yang dikarakterisasikan oleh kejutan, ancaman besar terhadap
nilai-nilai penting, serta waktu memutuskan yang sangat singkat”. Krisis
membawa keterkejutan dan sekaligus mengancam nilai-nilai penting organisasi
serta hanya ada waktu yang singkat untuk mengambil keputusan.
Namun ada juga
beberapa pakar yang melihat bahwa krisis tidak selalu menjadi penyebab
perusahaan pada kebangkrutan. Contohnya Steven Fink yang melihat krisis sebagai
“suatu waktu/keadaan yang tak stabil terhadap suatu masalah sehingga sebuah
perubahan penting akan terjadi – baik perubahan dengan kemungkinan yang mudah
dilihat akan hasil yang sangat tidak diharapkan atau perubahan dengan
kemungkinan yang mudah dilihat akan hasil positif yang sangat diharapkan”.
B. Penyebab Krisis
Mengenali jenis atau tipe krisis
penting mengingat masalah penentuan siapa yang bersalah dan respon yang harus
dibuat perusahaan yang sedang menghadapi krisis. Berikut ini adalah beberapa
tipe krisis yang dikemukakan para pakar menggunakan berbagai dimensi (Putra,
1999:90-94):
- Sturges dkk
- Dimensi violent-non violent dan
dimensi sengaja-tak sengaja.
- Shrivastava & Mitroff
- Dimensi kerusakan yang
dihasilkan (berat/ringan) dan dimensi penyebab krisis dari segi teknis dan
sosial.
- Marcus & Goodman
- Dimensi tingkat kemungkinan
ditolak dan berdasarkan keadaan korban krisis.
- C.G. Linke
- Dimensi waktu kemunculan sebuah
krisis.
Shrivastava & Mitroff membagi
krisis ke dalam empat kategori berdasarkan penyebab krisis dikaitkan dengan
tempat krisis. Penyebab krisis dapat dikategorikan menjadi dua bagian besar:
penyebab teknis dan ekonomis serta penyebab manusiawi, organisatoris dan
sosial. Mereka juga mengkategorikan penyebab krisis dilihat dari sudut tempat
asal atau kejadian apakah di dalam atau di luar organisasi.
Dengan demikian, penyebab krisis
menurut mereka dapat dikategorikan menjadi:
- Karena kesalahan manusia (human
error)
- Karena kegagalan teknologi
- Karena alasan sosial
(kerusuhan, perang, sabotase, teroris)
- Karena berkaitan dengan bencana
alam
- Karena ketidakbecusan manajemen
C. Akibat Krisis
Dalam Rosady Ruslan (1999:73),
disebutkan situasi krisis pada suatu perusahaan atau organisasi akan
menimbulkan hal-hal sebagai berikut:
- Meningkatkan intensitas masalah
- Menjadi sorotan publik, baik
melalui liputan media massa, informasi yang disebarkan melalui mulut ke mulut.
- Mengganggu kelancaran kegiatan
dan aktivitas bisnis sehari-hari serta mengganggu nama baik serta citra
perusahaan.
- Merusak sistem kerja, etos
kerja dan mengacaukan sendi-sendi perusahaan secara total yang
mengakibatkan lumpuhnya kegiatan.
- Membuat masyarakat ikut-ikutan
panik.
- Mengundang campur tangan
pemerintah, yang mau tidak mau harus turut mengatasi masalah yang timbul.
- Dampak atau efek dari krisis
tersebut, tidak saja merugikan perusahaan yang bersangkutan, tetapi juga
masyarakat tertentu atau lainnya ikut merasakan akibatnya.
D. Tahapan Krisis
Steven Fink, pakar dan konsultan
krisis dari Amerika Serikat mengembangkan konsep anatomi krisis menggunakan
terminologi kedokteran yang biasa dipakai untuk melihat stadium suatu krisis
yang menyerang manusia. Empat tahap perkembangannya adalah sebagai berikut
(Kasali, 2003:225-230):
- Tahap Prodromal
- Tahap Akut
- Tahap Kronik
- Tahap Resolusi
(penyembuhan)
1. Tahap pertama – Periode Krisis
Prodromal
Suatu krisis besar biasanya bermula
dari krisis kecil sebagai pertanda atau gejala awal yang akan menjadi suatu
krisis sebenarnya yang bakal muncul di masa yang akan datang. Tahap ini disebut
warning stage karena ia memberi tanda bahaya mengenai simtom-simtom yang harus
segera diatasi.
Mengacu pada definisi krisis, tahap
ini juga merupakan bagian dari ‘titik balik’ (turning point). Manajemen yang
gagal menangkap sinyal akan membuat krisis memasuki tahap yang lebih serius,
yakni krisis akut. Oleh karen itu, tahap ini disebut juga sebagai tahap
prakrisis (precrisis). Tahap prodromal biasanya muncul dalam salah satu dari
tiga bentuk ini:
- Jelas sekali. Gejala-gejala
awal terlihat jelas. Misalnya ketika karyawan datang ke manajemen untuk
meminta kenaikan gaji, perbedaan pendapat di antara direksi, kerusakan
alat di pabrik (internal); selebaran gelap di masyarakat (eksternal).
- Samar-samar. Gejala yang muncul
tampak samar-samar karena sulit menginterpretasikan dan menduga luasnya
suatu kejadian. Misalnya deregulasi, munculnya pesaing baru, ucapan
pembentuk opini kadang-kadang tidak langsung terasa dampaknya pada
perusahaan, namun dapat menjadi masalah besar di kemudian hari.
- Sama sekali tidak terlihat.
Gejala-gejala krisis bisa tak terlihat sama sekali. Misalnya kerugian yang
dialami salah satu produk atau salah satu lini yang dirasakan wajar oleh
sebuah perusahaan. Namun yang terpikirkan oleh perusahaan tersebut adalah
seberapa jauh kerugian itu dapat menjadi kanibal seperti kasus Bank Summa
yang menelan saham keluarga Suryadjaya pada PT. Astra Internasional.
2.
Tahap kedua – Periode Krisis Akut
Bila
prakrisis tidak terdeteksi dan tidak segera diambil tindakan yang tepat, maka
akan timbul masalah yang lebih fatal. Di tahap ini orang mengatakan “telah
terjadi krisis”. Meski bukan di sini awal mulanya krisis, orang menganggap
suatu krisis dimulai di sini karena gejala yang samar-samar atau sama sekali
tidak jelas tadi mulai terlihat jelas.
Contoh
kasus krisis pusat reaktor nuklir Three Mile Island di Pennsylvania, AS. Pers
menyebut krisis mulai muncul tanggal 28 Maret 1979 ketika reaktor tersebut
mengalami kebocoran yang menimbulkan efek radiasi. Tetapi sebenarnya krisis
sudah muncul 13 bulan sebelumnya ketika para karyawan menemukan kebocoran kecil
yang dapat diatasi saat itu. Tanggal di atas adalah ketika krisis sudah
memasuki tahap akut.
Tahap
ini sering disebut the point of no return. Artinya, jika sinyal-sinyal yang
muncul pada tahap prodromal tidak digubris, maka ia akan masuk ke tahap akut
dan tidak bisa kembali lagi. Kerusakan sudah mulai bermunculan, reaksi mulai berdatangan,
issue menyebar luas.
3. Tahap ketiga – Periode Krisis
Kronis
Berakhirnya tahap akut dinyatakan
dengan langkah-langkah pembersihan sehingga tahap ini juga sering disebut
sebagai fase pembersihan. Peristiwa pun sudah diberitakan dengan jelas di media
massa.
Tahap ini juga merupakan masa
pemulihan citra dan upaya meraih kembali kepercayaan dari masyarakat, di
samping juga merupakan masa untuk mengadakan “introspeksi” ke dalam dan keluar
mengapa peristiwa tersebut bisa terjadi (recovery & self analysis).
4. Tahap keempat – Periode Resolusi
Krisis
Merupakan tahap penyembuhan (pulih
kembali). Perusahaan yang terkena krisis dapat bangkit kembali setelah melalui
proses dan pemulihan sistem produksi, pelayanan jasa, strukturalisasi
manajemen, rekapitalisasi dan operasinya. Setelah itu baru memikirkan pemulihan
citra tahap berikutnya untuk mengangkat nama perusahaan di mata khalayaknya dan
masyarakat luas.
Meski bencana besar telah berlalu,
manajemen tetap perlu berhati-hati karena terdapat kemungkinan krisis kembali
ke keadaan semula (tahap prodromal). Khususnya departemen humas, harus lebih
siap dengan “strategi manajemen krisis” untuk mengantisipasi hal serupa di
kemudian hari, baik untuk krisis yang sama maupun untuk krisis yang lain.
E. Langkah-Langkah Pengendalian dan Pengelolaan Krisis
Pada saat krisis melanda perusahaan
atau organisasi, sebagai tindakan korektif ada beberapa tahapan langkah
strategi atau kiat penanggulangan krisis (Rosady Ruslan, 1999:76-78), yaitu:
1) Mengidentifikasi krisis
2) Menganalisis krisis
3) Mengatasi krisis
4) Mengevaluasi krisis
1. Mengidentifikasi Krisis
Langkah ini merupakan penetapan
untuk mengetahui (mengidentifikasi) suatu masalah krisis. Ini penting untuk
melihat secara jelas faktor penyebab (factfinding) timbulnya krisis.
Mengidentifikasi suatu faktor
penyebab terjadinya krisis berfungsi untuk mengetahui, apakah public relations
atau perusahaan dapat menangani krisis yang terjadi itu segera atau tidak.
Seperti seorang dokter mendiagnosis suatu penyakit pada pasiennya, untuk
mengetahui apakah bisa disembuhkan, dikurangi penyakitnya atau sama sekali
tidak bisa disembuhkan.
Bila krisis tersebut sulit untuk
diatasi, membuang waktu, tenaga, dan biaya maka PR melihat segi lain dari
krisis tersebut yang persoalannya tidak terbayangkan sebelumnya, yakni biasanya
suatu perusahaan yang terkena krisis atau musibah disertai kemunculan masalah
lain yang tidak diduga sebelumnya.
Oleh karena itu, faktor utama
penyebab krisis yang signifikan tersebut harus terlebih dahulu
diidentifikasikan, untuk diambil tindakan atau langkah-langkah penanggulangan
atau jalan keluarnya secara tepat, cepat dan benar.
2. Menganalisis Krisis
Mungkin perlu pengembangan dalam
menggunakan formula 5W + 1H untuk mengung-kapkan dan menganalisis secara
mendalam sistematis, informatif dan deskriptif krisis yang terjadi melalui
suatu laporan yang mendalam (in-depth reporting).
Pada saat prakrisis atau masa akut
krisis, bisa dianalisis melalui beberapa pertanyaan yang diajukan untuk
menetapkan penanggulangan suatu krisis, yakni:
a) What - Apa penyebab terjadinya
krisis itu
b) Why – Kenapa krisis itu bisa
terjadi
c) Where and when – Dimana dan kapan
krisis tersebut mulai
d) How far – Sejauh mana krisis
tersebut berkembang
e) How – Bagaimana krisis itu
terjadi
f) Who – Siapa-siapa yang mampu
mengatasi krisis tersebut, apa perlu dibentuk suatu tim penanggulangan krisis
Pertanyaan-pertanyaan tersebut di
atas adalah untuk menganalisis penyebab, mengapa dan bagaimana, sejauh mana
perkembangan krisis itu terjadi, di mana mulai terjadi hingga siapa-siapa
personel yang mampu diajak untukn mengatasi krisis tersebut. Langkah-langkah
apa yang dapat diambil untuk mengatasinya melalui analisis lapangan secara
logis, informatif dan deskriptif.
Setelah itu, PR beserta “team work
yang solid” menarik suatu kesimpulan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif
selanjutnya mengambil rencana tindakan (action plan) berikutnya baik dalam
jangka pendek dan jangka panjang.
Dalam jangka pendek, misalnya pada
kasus biskuit beracun yang terjadi di pasar dan beberapa anggota keluarga
konsumen tercatat sebagai korbannya. Tindakan pertama (main action) dari pihak
perusahaan adalah penarikan segera semua biskuit (product recall) di pasar,
baik yang tercemar maupun tidak tercemar racun, untuk menghindarkan jatuhnya
korban baru secara cepat dan tepat. Tindakan ini diambil bukan untuk melihat
penyebab, tetapi menangani langsung dengan menarik produknya.
3. Mengatasi dan Menanggulangi
Krisis
Dalam hal ini perlu untuk mengetahui
bagaimana dan siapa-siapa personel yang mampu diikutsertakan dalam suatu tim
penanggulangan krisis. Mengatasi krisis dalam jangka pendek sudah disebutkan di
atas, maka dalam jangka panjang, yaitu untuk selanjutnya bagaimana krisis
tersebut tidak berkembang dan dicegah agar tidak terulang lagi di masa
mendatang. Terjadinya malapetaka biskuit beracun tersebut, misalnya karena
adanya pencampuran tidak sengaja antara karung bekas “potas” yang diisi tepung
untuk bahan biskuit.
Informasi mengenai adanya
ketidaksengajaan pencampuran antara bekas karung bubuk racun (potas) dengan
tepung (contamination), perlu diungkapkan secara jelas kepada pihak masyarakat,
khususnya pihak pers agar bisa memberitakan secara objektif dan jangan
menutup-nutupi informasi yang sebenarnya (not to kill the information),
akibatnya bisa fatal dan masalah pokoknya tidak akan selesai dengan tuntas.
4. Mengevaluasi Krisis
Tindakan terakhir adalah
mengevaluasi krisis yang terjadi. Tujuannya adalah untuk melihat sejauh mana
perkembangan krisis itu di dalam masyarakat. Apakah perkembangan krisis
tersebut berjalan cukup lamban atau cepat, meningkat secara kuantitas maupun
kualitas serta bagaimana jenis dan bentuk krisis yang terjadi?
Oke, sahabat blogger mungkin
sampai disini ya informasi yang saya dapatkan tentang materi Manajemen Krisis.
Jangan lupa dipantau terus ya blog saya karena saya akan tetap sharing terkait
mata kuliah saya yaitu Public Relation.
Terima Kasih
Salam Komunikasi!!!
#Banggaberkomunikasi
#Pubblicrelation
#Manajemenkrisis